KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa berkat rahmat-Nya dan kerja keras penulis sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah
ini disusun untuk menyelesaikan tugas dari dosen mata kuliah pengantar psikologi
sebagai tugas pembahasan antara teknologi dan psikologi. Makalah ini berisikan
pembahasan mengenai teknologi (TV) yang memberikan dampak negatif pada perilaku anak dari sudut pandang psikologis.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir
kata, penulis menyampaikan terima kasih bagi semua pihak yang telah membantu dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Teknologi pada zaman sekarang berhubungan erat
dengan manusia. Bahkan tanpa hadirnya teknologi sehari saja bisa menimbulkan
perasaan yang tidak mengenakkan, khususnya televisi, telepon genggam ataupun
laptop. Kali ini pembahasan adalah mengenai dampak menonton televisi terhadap
perilaku seorang anak. Setiap hari, anak-anak pasti memiliki waktu atau sengaja
meluangkan waktu untuk menonton tv. Baik sebelum sekolah, sepulang sekolah,
ataupun malam hari sebelum tidur. Yang ditonton dapat berupa acara anak seperti
kartun, atau film keluarga. Isi dari acara yang ditayangkan beragam. Menurut
sebuah studi oleh Eron (1992), 20% dari program acara tv mengandung kekerasan.
Anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan dan pencarian jati diri cenderung
sangat mudah dipengaruhi, terutama oleh orang yang dekat atau disukainya.
Permasalahan yang sering muncul sekarang yaitu bahwa perilaku anak zaman
sekarang yang sudah berubah, cenderung lebih agresif dan tidak sopan. Perubahan
tersebut terjadi seiring berkembangnya teknologi, khususnya televisi dan
program-program acara yang ditayangkan.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
-
Apakah ada hubungan
menonton televisi dengan perilaku anak?
-
Apakah perilaku anak
yang cenderung lebih agresif dikarenakan menonton acara televisi yang
mengandung kekerasan?
-
Adakah ada upaya yang
bisa dilakukan untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif yang muncul
karena menonton televisi?
1.3
TUJUAN
DAN MANFAAT
1.3.1
Tujuan
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh atau dampak nyata dari menonton
televisi terhadap perilaku anak di jaman kemajuan teknologi ini.
1.3.2
Manfaat
Peniliti
berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat pada masyarakat khususnya
orang tua agar mengetahui bahwa
menonton televisi dapat memberikan dampak dalam perilaku anak yaitu
meningkatnya perilaku agresif anak. Peneliti berharap dengan orang tua
mengetahui hal tersebut maka dapat mengambil sikap yang baik untuk mencegah
perkembangan kepribadian anak yang buruk.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif adalah teori
belajar selain operant conditioning
,dimana teori ini menyatakan proses belajar yang melibatkan proses mental,
seperti perhatian dan memori. Teori ini menekankan pada terjadinya proses
belajar melalui proses obervasi, imitasi atau proses lain yang tidak melibatkan
adanya stimulus atau reinforcer
seperti reward atau punishment. Ada beberapa tokoh yang
teorinya memiliki dasar teori belajar kognitif.
2.2 Latent
Learning
Teori ini dinyatakan oleh Tolman, yang
menyatakan bahwa suatu pembelajaran terjadi, namun tidak akan terlihat tanpa
adanya reinforcement.
2.3 Modeling
Modeling
adalah proses belajar berdasarkan obersavasi perilaku orang lain. Teori ini
dikeluarkan Albert Bandura
yang juga disebut social cognitive
learning. Teori ini muncul berdasarkan penelitian dengan boneka yang
terkenal dengan nama Bobo doll. Dalam penelitiannya, sekelompok anak
diperlihatkan film dengan aksi menendang, memukul dan menduduki bobo doll,
sedangkan sekelompok yang lain tidak. Setelah itu, kedua kelompok anak
ditinggalkan dalam satu ruangan hanya dengan satu boneka bobo doll. Hasil
penelitian menyatakan bahwa anak yang diperlihatkan aksi kekerasan juga akan
menirukan aksi kekerasan dari film tersebut, tapi tidak oleh anak yang tidak
diperlihatkan. Bandura menyatakan bahwa anak-anak akan menjadi lebih agresif
dan tidak takut sebagai akibat dari modeling film yang ditontonya.
Proses modeling yang terjadi juga melalui beberapa
tahap:
1. Attention
Observer harus
memberikan perhatian pada si pelaku merupakan proses awal dapat terjadinya
modeling.
2. Memory
Hal-hal yang
diperhatikan tadi harus diingat terlebih dahulu dalam memori, agar kemudian
dapat dipanggil kembali.
3. Imitation
Observer harus bisa
menggunakan kembali informasi yang telah disimpan tadi dalam mengimitasi
perilaku tersebut.
4. Motivation
Dalam melakukan imitasi
perilaku, perlu adanya motivasi sehingga modeling terjadi secara keseluruhan.
Hal ini sejalan dengan
teori Latent learning yang dikemukakan Tolman.
BAB III
PEMBAHASAN
Peran media terhadap perkembangan anak semakin besar seiring dengan kemajuan bidang teknologi. Salah satu media yang sangat berpengaruh pada perkembangan adalah televisi. Anak-anak lebih sering menghabiskan waktunya untuk menonton televisi. Padahal, acara yang disiarkan cenderung manipulatif dan kadang memperlihatkan sesuatu yang tidak pantas dilihat anak-anak.
Berdasarkan hasil riset University of Otago di Selandia Baru yang dilandasi observasi terhadap pertumbuhan seribu anak yang lahir di kota Dunedin, Selandia Baru pada 1972-1973, Bob Hancox dan timnya menemukan bahwa risiko anak itu akan didakwa terlibat tindakan kriminal pada saat beranjak dewasa meningkat 30% untuk setiap jam yang dihabiskan anak itu di depan televisi pada hari biasa. Penelitian itu juga menemukan bahwa banyak menonton televisi di masa kecil diasosiasikan dengan ciri kepribadian agresif ketika dewasa, meningkatkan kecenderungan mengalami emosi negatif, dan kenaikan risiko kelainan kepribadian antisosial. Gangguan kejiwaan ini ditandai dengan pola perilaku antisosial dan agresif yang persisten.
Tingginya pengaruh buruk televisi bagi perkembangan anak membuat orang tua diwajibkan untuk selalu mendampingi dan mengawasi setiap kali anak menonton televisi. Sayangnya, sangat jarang orang tua yang bisa melakukan tugas ini dengan baik terkait kesibukan di luar rumah. Akibatnya, anak akan menyaksikan acara apapun yang menurutnya menarik untuk ditonton.
Dalam satu minggu, anak bisa menghabiskan lebih dari 24 jam untuk menonton televisi. Apa saja yang dipelajari anak dalam rentang waktu itu? Tentu saja apa yang dilihat akan dianggap sebagai pembenaran. Misalnya, anggapan bahwa kekerasan mampu menyelesaikan masalah, bahwa bertengkar menjadi suatu hal yang luar biasa dan terlihat keren. Selain berdampak pada perubahan perilaku seara psikologis, anak cenderung menutup diri dari dunia luar dan lebih tertarik untuk duduk di depan televisi tanpa diganggu dan akhirnya anak akan kehilangan semangat bergaul dengan teman dan juga malas berolahraga.
Menonton televisi harus dikurangi karena beberapa hal:
1. Menonton televisi berpengaruh pada perkembangan otak.
Pengaruh menonton televisi pada anak dibedakan berdasarkan tingkatan umur. Bagi anak berusia 0-3 tahun, televisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca secara verbal maupun pemahaman, dan menghambat kemampuan berekspresi melalui tulisan. Pada anak usia 5-10 tahun, televisi dapat meningkatkan agresivitas serta kekerasan dan tidak mampu membedakan kenyataan dan khayalan.
2. Menonton televisi mendorong sifat konsumtif.
Menonton televisi bagi anak-anak memang terlihat menarik. Selain karena acara televisi yang dihadirkan, berbagai sajian iklan yang dimuat dalam setiap tayangan televisi juga mampu menarik perhatian mereka. Berbagai iklan produk di televisi benar-benar mudah merasuki pikiran anak. Anak merupakan target pengiklan yang paling utama. Anak-anak cenderung tergiur untuk memiliki produk-produk seperti yang diiklankan. Hal ini tentu saja akan membuat anak menjadi konsumtif.
3. Menonton televisi berpengaruh terhadap sikap.
Pada dasarnya, anak belum bisa membedakan hal baik dan hal buruk. Anak-anak cenderung akan mencontoh segala hal yang dilihatnya, termasuk tontonan di televisi. Akhirnya, mereka yang hobi menonton televisi akan berpikir bahwa semua orang memiliki sifat sama seperti ditampilkan di televisi. Hal ini tentu saja mempengaruhi sikap anak dan bisa terbawa hingga dewasa.
4. Menonton televisi mengurangi semangat belajar.
Bahasa televisi memang terkesan lebih simple dan memikat. Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan buku pelajaran yang terkesan sangat kaku dengan penggunaan bahasa ilmiah. Akhirnya, menonton televisi banyak menghasilkan "bahasa televisi" yang nantinya akan membuat anak ketagihan dan malas belajar karena mereka lebih memilih melakukan hal simple.
5. Menonton televisi membentuk pola pikir sederhana.
Akibat sering menonton televisi, anak akan kehilangan minat membaca sehingga mereka memilih pola pikir sederhana, kurang kritis, dan linear atau searah. Pada akhirnya, pola pikir tersebut akan berpengaruh pada imajinasi, intelektualitas, kreativitas, serta perkembangan kognitif anak.
6. Menonton televisi akan berakibat pada konsentrasi
Anak hanya memiliki rentang konsentrasi sekitar 7 menit. Rentang waktu ini sama persis seperti acara dari iklan ke iklan. Hal inilah yang akan membuat konsentrasi anak menjadi terbatas jika mereka menonton televisi terlalu sering dan dalam waktu yang lama.
7. Menonton televisi akan mengurangi kreatifitas.
Televisi membuat anak-anak menjadi kurang bermain sehingga mereka akan menjadi manusia yang individualis. Ketika merasa bosan, mereka tidak akan keluar untuk bermain dengan teman-temannya. Yang mereka lakukan hanya memencet tombol remote control untuk mendapat hiburan. Bahkan akhir pekan pun dihabiskan untuk menonton televisi. Cara ini tentu saja akan membuat anak tidak kreatif.
8. Menonton televisi meningkatkan kemungkinan obesitas.
Menonton televisi tentu saja membuat anak tidak bergerak aktif. Terlebih, menonton televisi selalu ditemani dengan jajanan atau makanan lain. Akhirnya, mereka hanya berdiam di depan layar seraya mengisi perut dengan jajanan. Cara makan seperti ini hanya akan menurunkan metabolisme sehingga membuat timbunan lemak yang berujung pada kegemukan.
9. Menonton televisi dapat merenggangkan hubungan antar keluarga.
Anak rata-rata menghabiskan waktu sekitar 3 jam per hari. Hal ini tentu saja akan mengurangi kebersamaan antar anggota keluarga. Bahkan, waktu makan yang seharusnya dilewati bersama keluarga akan menjadi agenda sendiri-sendiri karena anak lebih memilih makan di depan televisi sambil menonton.
Dengan banyaknya dampak buruk, tidak sedikit keluarga sekarang membuat rumah mereka bebas televisi. Sangat penting untuk anak mempunyai kesempatan mempelajari dan mengalami langsung pengalaman hidup sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk sukses di masa yang akan datang.
Untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan akibat menonton televisi, orang tua harus mengawasi tontonan untuk anaknya. Sebaiknya tidak menonton acara televisi yang mengadung unsur kekerasan atau unsur negatif lainnya.
Berikut ini beberapa cara untuk mengurangi kegiatan menonton televisi:
1. Bercocok tanam
2. Bermain di luar rumah bersama teman
3. Berolahraga (berenang, bersepeda, bermain sepak bola dan sebagainya)
4. Belajar
Akhir kata, menonton televisi tidak selalu membawa dampak negatif, tetapi lebih baik menghindari menonton televisi berlebihan mengingat beberapa dampak negatif yang telah disebutkan diatas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Menonton televisi ternyata berpengaruh dalam
perilaku anak. Program TV yang mengandung unsur kekerasan dapat ditiru anak
terutama dengan proses belajar modeling. Anak cenderung mengikuti dan meniru
apa yang ditontonnya.
4.2 SARAN
Dalam menonton televisi
anak-anak sebaiknya dibimbing orang tua. Dengan kata lain, orang tua menemani
anak menonton televisi. Selain itu, program acara TV yang ditonton sebaiknya
dikontrol dan dipilih. Anak-anak sebaiknya tidak menonton program acara
televisi yang mengandung unsur kekerasan atau unsur negatif lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lahey, Benjamin B. 2007. Psychology An Introduction. New York:
McGraw-Hill
Plotnik, Rod. 2005. Introduction to Psychology. Seventh edition.
USA : wadsworth Thomson Learning
King, Laura A. (2010). Psikologi Umum:
Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.